Jumat, 22 Februari 2013

otonomi daerah dan masalah yang ditimbulkan


KOTA MEDAN YANG MENJADI SESAK  BUKTI HASIL DARI  OTONOMI DAERAH
Sejak ditetapkannya Undang – Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana setiap pemerintahan daerah baik pemerintah Kabupaten/Kota maupun Provinsi di Indonesia memiliki kewenangan khusus terhadap pengembangan daerahnya sendiri seperti yang sering disebutkan oleh masyarakat umum yaitu Otonomi Daerah.  Pelaksanaan  otonomi daerah yang dilandasi perubahan paradigma sentralisasi ke paradigma desentralisasi tidak hanya memperkuat otoritas pemerintah daerah serta menghasilkan kemajuan demokrasi di tingkat lokal, akan teta­pi juga pemberdayaan berkelanjutan baik pemerintah daerah provinsi, maupun pemerintah daerah kabupaten/kota. Otonomi daerah yang pada dasarnya memiliki tujuan yang murni seperti yang menjadi amanat dari negara Indonesia yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara merata. Mendengar tujuan tersebut, setiap rakyat senantiasa diberikan harapan akan peningkatan kesejahteraan hidup baik secara ekonomi maupun sosial.
Namun, pelaksanaan otonomi daerah seperti yang diagung-agungkan oleh para pemimpin daerah tak luput dari permasalahan seperti korupsi. Otonomi daerah menjadikan setiap derah berhak untuk membuat peraturan sendiri khusus untuk daerahnya, dan pada akhirnya begitu banyak terjadi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pemimpin di daerah itu sendiri. Seperti kota Medan misalnya, sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Kota medan dianggap sebagai derah yang memiliki potensi yang tinggi baik dari Sumber Daya Alam maupun Sumber Daya manusianya. Hal ini mau tak mau memberikan efek terhadap kinerja dari setiap aparatur pemerintah di kota Medan. Setiap tahunnya, pemerintah kota Medan senantiasa merancang peraturan yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan warganya. Namun, yang terjadi begitu banyak terjadi ketidakefektifan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Medan. Lapangan Merdeka misalnya, telah berubah fungsi dari lapangan yang diperuntukkan sebagai temapat diadakannya acara-acara besar menjadi lahan ataupun kawasan kuliner yang justru mengakibatkan Lapangan Merdeka yang paling dibanggakan warga Medan seolah-olah hilang. Lapangan yang dulunya terlihat begitu asri dan hijau kini tampak seperti “pasar malam” yang di dalamnya terdapat berbagai tempat jajanan bahkan restoran.
Begitu banyak kabar yang beredar diantara warga Medan yang menyatakan bahwa pengalihan fungsi dari Lapangan Merdeka tak lain disebabkan oleh adanya peraturan Permerintah Kota Medan yang mengizinkan stan-stan penjual makanan itu mendirikan bangunannya di sekitar lapangan Merdeka. Hal ini menimbulkan pemandangan yang begitu semeraut apalagi hal ini terlihat jelas di pusat Kota Medan sendiri. Apakah pengalihan fungsi seperti ini dapat dikatakan sebagai hasil dari otonomi daerah?.
Tak berbeda halnya dengan kondisi lalu lintas, pertumbuhan kenderaan bermotor di Kota Medan dari tahun ke tahun meningkat cukup drastis. Berdasarkan data dari Direktur Lantas Polda Sumut, Kombes Pol Bambang Sukamto SH MH(Harian Analisa, edisi Selasa 16 Oktober 2012) mengungkapkan, kendaraan bermotor pada tahun 2011 naik sebanyak 455.855 unit, yakni dari 4.039.127 unit menjadi 4.494.982 unit. Hal ini mengakibatkan tingkat kemacetan laulintas semakin tinggi pula. Dan hal yang memperburuk kondisi kemacetan lalulintas yakni rusaknya fasilitas rambu-rambu lalulintas. Seringkali warga mengeluh terhadap konisi jalanan kota Medan yang semakin hari semakin sesak apalagi di jam-jam sibuk seperti di pagi hari saat warga hendak pergi kerja maupun anak sekolah yang pergi ke sekolah maupun di sore hari ketika banyak warga pulang kerja. “Kemana anggaran pemerintah daerah untuk memperbaiki fasilitas umum?. Pasti sudah dikorupsi!,” begitu keluhan yang keluar dari setiap warga yang merasa ketidakpuasan terhadap pemerintah.
Kemacetan di Kota Medan tak ubah seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin hari semakin tak menentu. Bukan hanya kondisi rambu lalulintas saja yang rusak, kurang pekanya aparatur pemerintah Kota Medan dalam menanggapi setiap masalah warganya juga semakin memperburuk keaadaan ini. Seperti yang terjadi di kawasan Pasar Sukaramai,Medan. Kemacetan yang disebabkan oleh para pedagang yang berjualan di pinggir jalanan tak jua mendapatkan solusi yang tepat dari pemerintah kota Medan. Bahkan kini jalanan yang tadinya dapat dilalui oleh dua kenderaan mobil kini hanya dapat dilalui oleh satu kendaraan mobil saja. Satu sisi badan jalanan dialihfungsikan dengan membangun lapak pedagang yang terbuat dari seng sebagai area tempat pedagang menggelar dagangannya. Benar-benar menimbulkan kesesakan yang tak pernah ada habisnya. “ Apakah tidak ada lagi solusi lain yang lebih baik dari membiarkan pedagang menggelar dagangannya di jalanan seperti ini?. Mana janji-janjimu yang Engkau kobar-kobarkan untuk mengatasi kemacetan kota ini ketika saat kampanye?”, gerutu setiap warga yang  melewati jalanan ini. Untuk melewati jalanan Pasar Sukaramai ini, setiap kenderaaan roda empat harus menunggu minimal selama 5 kali pergantian lampu lalulintas dari merah, kuning, hijau,dan sebaliknya.padahal jika satu sisi jalan yang tadinya masih berfungsi hanya akan membutuhkan satu kali pergantian lampu lalulintas untuk melewati jalanan ini. Apakah kondisi seperti ini dapat dikatakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat?. Kalau menurut saya sebagai mahasiswa yang selalu melewati jalanan Pasar Sukaramai ini, kemacetan yang terjadi di Pasar Sukaramaai justru menimbulkan peningkatan rasa stres bagi setiap orang yang hendak melewati jalanan ini. Karena mau tak mau akan mengakibatkan keterlambatan untuk menuju tempat yang hendak dituju, khususnya bagi para pelajar maupun mahasiswa.
            Adanya peraturan pemerintah daerah tentang otonomi daerah memang tak sepenuhnya menimbulkan masalah. Namun, ada baiknya jika setiap pemimpin daerah baik daerah Kabupaten/Kota dan pemerintah provinsi senantiasa dapat mengemban tanggung jawab sebagai wakil aspirasi rakyat dalam mengatasi masalah rakyatnya serta  memberikan solusi yang tepat bagi penanganan suatu masalah yang menyakut kepentingan masyarakat umum. Karena jika tidak, masyarakat justru akan semakin merasa pesimis terhadap  kredibilitas pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini terlihat dari para pemilih/masyarakat dalam PILKADA yang lebih memilih golput daripada memberikan suaranya untuk memilih pemimpin daerahnya. Dan sebagai pemilih aktif, saya benar-benar merindukan pemimpin yang dapat mengatasi permasalahan publik tersebut pada hasil PEMILUKADA yang akan diadakan pada awal Maret 2013 untuk memilih Gubernur Sumatera Utara  berikutnya.

DAFTAR BACAAN
Noor,Isran. 2012. Politik Otonomi Daerah untuk Penguatan NKRI. Penerbit Seven Strategic Studies.
Noor,Isran. 2012. Isran Noor dalam perspektif Media. Penerbit Profajar Jurnalism.